Korban Begal di NTB Tak Bisa Dilabeli Tersangka, Harus Dihentikan
Jadi, tidak perlu perkara dengan karakteristik seperti ini, bagi korban begal yang membela diri ditahan apalagi sampai tahap pengadilan, ini tidak efektif.
Apalagi bukti dan fakta ini secara umum dapat dibayangkan dan sudah diketahui penyidik, bahwa ini adalah daya paksa absolut, mengingat ia tidak dapat berbuat lain, dan ini sudah tergambar pada posisi kasus dan hasil pemeriksaan polisi yang telah clear, bahwa ia adalah korban begal dan demi membela diri.
Bagi begal yang sudah terbiasa melakukan pencurian dengan cara-cara kekerasan sampai para begal pun sudah tahu risiko maksimal-nya jika ketahuan atau ada perlawanan akan membunuh atau terbunuh.
Apalagi begal yang mabuk dan sudah menyiapkan senjata tajam.
"Jadi, sangat relevan yang dilakukan oleh Murtede sebagai membela diri, kehormatan atas badan atau barangnya," ucapnya.
Karenanya jika memang penyidik sudah menemukan fakta, bahwa perbuatan tersebut guna pembelaan diri yang darurat atau keadaan terpaksa, maka dalam hukum memperbolehkan apa yang tadinya dilarang oleh hukum.
Sehingga perbuatan tersebut dianggap sah, termasuk dalam pembelaan terpaksa juga menghapuskan elemen melawan hukumnya perbuatannya dalam hal ini atas perbuatannya yang membunuh kedua begal tersebut.
Seperti yang telah diberitakan, Murtede menjadi korban pembegalan pada Minggu (10/4) dini hari di Desa Ganti, Praya Timur, Lombok Tengah.
Murtede, yang ditetapkan menjadi tersang setelah menjadi korban pembegalan NTB, tak bisa dilabeli tersangka, kasus karus dihentikan
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com NTB di Google News