Korban Begal di NTB Tak Bisa Dilabeli Tersangka, Harus Dihentikan
ntb.jpnn.com, JAKARTA - Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra, menyatakan Murtede atau Amaq Sinta (dalam pemberitaan sebelumnya disebut berinisial AS atau S atau MR) tidak bisa dilabeli tersangka dan dikenakan pasal pidana.
"Terkait tindakan korban begal yang menewaskan dua pelaku begal demi pembelaan dirinya atas penggeroyokan komplotan begal yang dilakukan seketika oleh para begal, maka tidak patut dilabeli tersangka," katanya kepada ANTARA yang menghubungi dari Mataram, Jumat (15/4) malam.
Demikian disampaikan, mengingat perbuatan atau keadaan Murtede (atau Amaq Sinta atau AS atau MR atau S) bukan sebagai pelaku tindak pidana.
Penyidik dalam kasus ini kurang teliti dalam memetakan dan mencari, termasuk mengumpulkan bukti.
Kalau penyidik teliti dan cermat semestinya akan membuat terang dan jelas atas peristiwa pidana ini, sehingga tidak menimbulkan dialektika publik seperti saat ini.
Karenanya, Pasal 49 KUHP menyebutkan orang yang melakukan pembelaan darurat, sekaligus sebagai upaya dari dirinya yang tidak dapat dihindarinya atas sebuah keadaan yang terpaksa.
Sehingga, berdasarkan perintah pasal ini dan fakta yang ada, maka perbuatan ini semestinya oleh penyidik sejak awal menjadi pengecualian dan harus dihentikan demi hukum, karena tindakannya ini tidak dapat dihukum, bukan pula melabeli status tersangka.
Adapun payung hukum yang dapat digunakan penyidik Pasal 7 huruf i KUHAP dan Pasal 109 KUHAP, yang memberikan kewenangan pada penyidik untuk menghentikan penyidikan.
Murtede, yang ditetapkan menjadi tersang setelah menjadi korban pembegalan NTB, tak bisa dilabeli tersangka, kasus karus dihentikan
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com NTB di Google News